Posting Terkini Terima kasih atas kunjungannya

Tumor Otak



BAB I 

PENDAHULUAN 



1.1 Latar Belakang 

Tumor Otak merupakan suatu penyakit yang menyerang tubuh pada bagian Otak/ Brain. Banyak factor yang dapat mempengaruhi seseorang terkena penyakit Tumor Otak. Namun banyak orang yang tidak mengetahui tanda dan gejala yang muncul yang dapat dirasakan oleh penderita Tumor Otak. Kebanyakan orang tidak menghiraukan tanda dan gejala yang mungkin ditimbulkan Tumor Otak misalnya, kebanyakan orang menganggap sakit kepala merupakan hal yang wajar dan bisa dialami oleh banyak orang, akan tetapi sakit kepala merupakan tanda dan gejala awal dari penyakit Tumor Otak. Oleh sebab itu banyak sekali orang yang tidak menyadari bahwa dirinya mengidap penyakit Tumor Otak dan kebanyakan dari mereka terlambat memeriksakan diri sehingga setelah melakukan pemeriksaan mereka sudah mengalami keseriusan dalam penyakit Tumor Otak. Karena itu Kami tim penulis mencoba untuk mendeskripsikan tentang penyakit Tumor Otak dan Asuhan Keperawatan Pasien dengan Tumor Otak. 



Insidensi tumor intrakranial berkisar antara 4,2-5,4 per 100.000 penduduk. Pada semua autopsi yang dilakukan oleh Bernat & Vincent (1987) dijumpai 2 % tumor otak. Pada anak di bawah 16 tahun tumor otak adalah 2,4 per 100.000 anak. Tampaknya insidensi tumor cenderung naik dengan bertambahnya umur. Tidak diketahui secara pasti perbedaan insidensi menurut ras, tempat tinggal maupun iklim (Harsono, 2008) 



Tumor otak masih menjadi permasalahan serius dari tipe kanker yang diderita oleh anak-anak. Tumor otak merupakan kanker kedua pada anak-anak setelah leukemia. Insiden terjadinya terjadinya kanker otak pada anak-anak 13,3 per 100 ribu populasi, serta angka kematian akibat kanker otak pada anak-anak 2,6 per 100 ribu populasi terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2001-2005. Sayangnya, angka insiden tumor otak di Indonesia belum banyak di temukan dalam literatur. 

Adapun dampak Tumor Otak terhadap Kebutuhan Dasar Manusia antara lain: 

a. Akibat adanya Tumor Otak terjadi pertambahan massa sehingga menekan maskularisasi arteri dan vena sehingga timbul hipoksia, iskemia, hipoksemia, nekrosis dan pecahnya pembuluh vena dan arteri. 

b. Akibat dari adanya peningkatan TIK terjadi nyeri, mual, muntah, papil edema 



Adapun peran Perawat terhadap Klien dengan Tumor Otak antara lain: 

a. Memberikan edukasi kepada Klien dan Keluarga tentang penyakit, komplikasi,pengobatan penyakit Tumor Otak 

b. Memberikan Perawatan yang maksimal kepada Klien 

c. Memberikan support kepada Klien dan Keluarga agar Klien mempunyai optimisme kesembuhan yang tinggi. 



1.2 Tujuan Penulisan 

1. Memahami Tentang Tumor Otak dan jenisnya 

2. Memahami faktor resiko Tumor Otak 

3. Dapat melakukan pencegahan dini 

4. Dapat Melakukan Askep yg sesuai 



1.3 Ruang Lingkup 

1. Definisi Tumor Otak 

2. Tanda dan gejala Tumor Otak 

3. Jenis Tumor Otak 

4. Pencegahan Dini 

5. Askep pada Klien dengan Tumor Otak 

1.4 Sistematika Penulisan 

1. Pengertian 

2. Klasifikasi 

3. Anatomi dan Fisiologi 

4. Etiologi 

5. Tanda dan Gejala 

6. Patofiologi 

7. Pengobatan 

8. Komplikasi 

9. Dampak terhadap KDM 

10. Asuhan Keperawatan 



BAB II 

TINJAUAN PUSTAKA 



A. Pengertian 

1. Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. 

2. Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. 

3. Tumor Cerebri atau Tumor Otak adalah lesi intracranial setempat yang menempati ruang didalam tulang tengkorak . 

4. Tumor Otak adalah neoplasma yang berasal dari sel saraf, neuro epithelium, sel glia, saraf cranial, pembuluh darah, kelenjar pineal, hipofisis 



B. Klasifikasi 
Tumor otak dapat di klasifikasikan: 

1. Berdasarkan jenis tumor 

a. Jinak 

a) Acoustic neuroma 

b) Meningioma 

Sebagian besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi jaringan sekitarnya tetapi menekan struktur yang berada di bawahnya. Pasien usia tua sering terkena dan perempuan lebih sering terkena dari pada laki-laki. Tumor ini sering kali memiliki banyak pembuluh darah sehingga mampu menyerap isotop radioaktif saat dilakukan pemeriksaan CT scan otak. 

c) Pituitary adenoma 

d) Astrocytoma (grade I) 



b. Malignant 

a) Astrocytoma (grade 2,3,4) 

b) Oligodendroglioma 

Tumor ini dapat timbul sebagai gangguan kejang parsial yang dapat muncul hingga 10 tahun. Secara klinis bersifat agresif dan menyebabkan simptomatologi bermakna akibat peningkatan tekanan intrakranial dan merupakan keganasan pada manusia yang paling bersifat kemosensitif. 



c) Apendymoma 

Tumor ganas yang jarang terjadi dan berasal dari hubungan erat pada ependim yang menutup ventrikel. Pada fosa posterior paling sering terjadi tetapi dapat terjadi di setiap bagian fosa ventrikularis. Tumor ini lebih sering terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Dua faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan reseksi tumor dan kemampuan bertahan hidup jangka panjang adalah usia dan letak anatomi tumor. Makin muda usia pasien maka makin buruk progmosisnya. 



2. Berdasarkan lokasi 

a. Tumor supratentorial 

Hemisfer otak, terbagi lagi : 

a.) Glioma : 

i) Glioblastoma multiforme 

Tumor ini dapat timbul dimana saja tetapi paling sering terjadi di hemisfer otak dan sering menyebar kesisi kontra lateral melalui korpus kolosum. 

ii) Astroscytoma 

iii) Oligodendroglioma 

Merupakan lesi yang tumbuh lambat menyerupai astrositoma tetapi terdiri dari sel-sel oligodendroglia. Tumor relative avaskuler dan cenderung mengalami klasifikasi biasanya dijumpai pada hemisfer otak orang dewasa muda. 


b). Meningioma 

Tumor ini umumnya berbentuk bulat atau oval dengan perlekatan duramater yang lebar (broad base) berbatas tegas karena adanya psedokapsul dari membran araknoid. Pada kompartemen supratentorium tumbuh sekitar 90%, terletak dekat dengan tulang dan kadang disertai reaksi tulang berupa hiperostosis. Karena merupakan massa ekstraaksial lokasi meningioma disebut sesuai dengan tempat perlekatannya pada duramater, seperti Falk (25%), Sphenoid ridge (20%), Konveksitas (20%), Olfactory groove (10%), Tuberculum sellae (10%), Konveksitas serebellum (5%), dan Cerebello-Pontine angle. Karena tumbuh lambat defisit neurologik yang terjadi juga berkembang lambat (disebabkan oleh pendesakan struktur otak di sekitar tumor atau letak timbulnya tumor). Pada meningioma konveksitas 70% ada di regio frontalis dan asimptomatik sampai berukuran besar sekali. Sedangkan di basis kranii sekitar sella turcika (tuberkulum sellae, planum sphenoidalis, sisi medial sphenoid ridge) tumor akan segera mendesak saraf optik dan menyebabkan gangguan visus yang progresif. 



1. Tumor infratentorial 

a. Schwanoma akustikus 

b. Tumor metastasisc 

Lesi-lesi metastasis menyebabkan sekitar 5 % – 10 % dari seluruh tumor otak dan dapat berasal dari setiap tempat primer. Tumor primer paling sering berasal dari paru-paru dan payudara. Namun neoplasma dari saluran kemih kelamin, saluran cerna, tulang dan tiroid dapat juga bermetastasis ke otak. 

2. Meningioma
Meningioma merupakan tumor terpenting yang berasal dari meningen, sel-sel mesotel, dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura. 

3. Hemangioblastoma
Neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur vaskuler embriologis yang paling sering dijumpai dalam serebelum 






C. Anatomi Fisiologi 



Struktur dan Fungsi 

Sistem persarafan terdiri dari sel-sel saraf yang disebut neuron dan jaringan penunjang yang disebut neuroglia . Tersusun membentuk sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi (SST). SSP terdiri atas otak dan medula spinalis sedangkan sistem saraf tepi merupakan susunan saraf diluar SSP yang membawa pesan ke dan dari sistem saraf pusat. Sistem persarafan berfungsi dalam mempertahankan kelangsungan hidup melalui berbagai mekanisme sehingga tubuh tetap mencapai keseimbangan. Stimulasi yang diterima oleh tubuh baik yang bersumber dari lingkungan internal maupun eksternal menyebabkan berbagai perubahan dan menuntut tubuh dapat mengadaptasi sehingga tubuh tetap seimbang. Upaya tubuh dalam mengadaptasi perubahan berlangsung melalui kegiatan saraf yang dikenal sebagai kegiatan refleks. Bila tubuh tidak mampu mengadaptasinya maka akan terjadi kondisi yang tidak seimbang atau sakit. 



Fungsi Saraf 

a) Menerima informasi (rangsangan) dari dalam maupun dari luar tubuh melalui saraf sensori . Saraf sensori disebut juga Afferent Sensory Pathway. 

b) Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat. 

c) Mengolah informasi yang diterima baik ditingkat medula spinalis maupun di otak untuk selanjutnya menentukan jawaban atau respon. 

d) Mengantarkan jawaban secara cepat melalui saraf motorik ke organ-organ tubuh sebagai kontrol atau modifikasi dari tindakan. Saraf motorik disebut juga Efferent Motorik Pathway. 



Sel Saraf (Neuron) 

Merupakan sel tubuh yang berfungsi mencetuskan dan menghantarkan impuls listrik. Neuron merupakan unit dasar dan fungsional sistem saraf yang mempunyai sifat exitability artinya siap memberi respon saat terstimulasi. Satu sel saraf mempunyai badan sel disebut soma yang mempunyai satu atau lebih tonjolan disebut dendrit. 



Tonjolan-tonjolan ini keluar dari sitoplasma sel saraf. Satu dari dua ekspansi yang sangat panjang disebut akson. Serat saraf adalah akson dari satu neuron. Dendrit dan badan sel saraf berfungsi sebagai pencetus impuls sedangkan akson berfungsi sebagai pembawa impuls. Sel-sel saraf membentuk mata rantai yang panjang dari perifer ke pusat dan sebaliknya, dengan demikian impuls dihantarkan secara berantai dari satu neuron ke neuron lainnya. Tempat dimana terjadi kontak antara satu neuron ke neuron lainnya disebut sinaps. Pengahantaran impuls dari satu neuron ke neuron lainnya berlangsung dengan perantaran zat kimia yang disebut neurotransmitter 



Jaringan Penunjang 

Jaringan penunjang saraf terdiri atas neuroglia. Neuroglia adalah sel-sel penyokong untuk neuron-neuron SSP, merupakan 40% dari volume otak dan medulla spinalis. Jumlahnya lebih banyak dari sel-sel neuron dengan perbandingan sekitar 10 berbanding satu. Ada empat jenis sel neuroglia yaitu: mikroglia, epindima, astrogalia, dan oligodendroglia 



Mikroglia 

Mempunyai sifat fagositosis, bila jaringan saraf rusak maka sel-sel ini bertugas untuk mencerna atau menghancurkan sisa-sisa jaringan yang rusak. Jenis ini ditemukan diseluruh susunan saraf pusat dan di anggap berperan penting dalam proses melawan infeksi. Sel-sel ini mempunyai sifat yang mirip dengan sel histiosit yang ditemukan dalam jaringan penyambung perifer dan dianggap sebagai sel-sel yang termasuk dalam sistem retikulo endotelial sel. 



Epindima 

Berperan dalam produksi cairan cerebrospinal. Merupakan neuroglia yang membatasi sistem ventrikel susunan saraf pusat. Sel ini merupakan epitel dari pleksus choroideus ventrikel otak. 





Astroglia 

Berfungsi sebagai penyedia nutrisi esensial yang diperlukan oleh neuron dan membantu neuron mempertahankan potensial bioelektris yang sesuai untuk konduksi dan transmisi sinaptik. Astroglia mempunyai bentuk seperti bintang dengan banyak tonjolan. Astrosit berakhir pada pembuluh darah sebagai kaki I perivaskuler dan menghubungkannya dalam sistem transpot cepat metabolik. Kalau ada neuron-neuron yang mati akibat cidera, maka astrosit akan berproliferasi dan mengisi ruang yang sebelumnya dihuni oleh badan sel saraf dan tonjolan-tonjolannya. Kalau jaringan SSP mengalami kerusakan yang berat maka akan terbentuk suatu rongga yang dibatasi oleh astrosit 



Oligodendroglia 

Merupakan sel yang bertanggungjawab menghasilkan myelin dalam SSP. Setiap oligodendroglia mengelilingi beberapa neuron, membran plasmanya membungkus tonjolan neuron sehingga terbentuk lapisan myelin. Myelin merupakan suatu komplek putih lipoprotein yang merupakan insulasi sepanjang tonjolan saraf. Myelin menghalangi aliran ion kalium dan natrium melintasi membran neuronal . 



Sistem Saraf Pusat 

Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan medula spinalis. SSP dibungkus oleh selaput meningen yang berfungsi untuk melindungi otak dan medula spinalis dari benturan atau trauma. Meningen terdiri atas tiga lapisan yaitu durameter, arachnoid dan piamater. 



Rongga Epidural 

Berada diantara tulang tengkorak dan durameter. Rongga ini berisi pembuluh darah dan jaringan lemak yang berfungsi sebagai bantalan. Bila cidera mencapai lokasi ini akan menyebabkan perdarahan yang hebat oleh karena pada lokasi ini banyak pembuluh darah sehingga mengakibatkan perdarahan epidural 



Rongga Subdural 

Berada diantara durameter dan arachnoid, rongga ini berisi berisi cairan serosa. 



Rongga Sub Arachnoid 

Terdapat diantara arachnoid dan piameter. Berisi cairan cerebrospinalis yang salah satu fungsinya adalah menyerap guncangan atau shock absorber. Cedera yang berat disertai perdarahan dan memasuki ruang sub arachnoid yang akan menambah volume CSF sehingga dapat menyebabkan kematian sebagai akibat peningkatan tekanan intra kranial (TIK). 



Otak 

Otak, terdiri dari otak besar yang disebut cerebrum, otak kecil disebut cerebellum dan batang otak disebut brainstem. Beberapa karateristik khas Otak orang dewasa yaitu mempunyai berat lebih kurang 2% dari berat badan dan mendapat sirkulasi darah sebenyak 20% dari cardiac out put serta membutuhkan kalori sebesar 400 Kkal setiap hari. Otak merupakan jaringan yang paling banyak menggunakan energi yang didukung oleh metabolisme oksidasi glukosa. Kebutuhan oksigen dan glukosa otak relatif konstan, hal ini disebabkan oleh metabolisme otak yang merupakan proses yang terus menerus tanpa periode istirahat yang berarti. Bila kadar oksigen dan glukosa kurang dalam jaringan otak maka metabolisme menjadi terganggu dan jaringan saraf akan mengalami kerusakan. Secara struktural, cerebrum terbagi menjadi bagian korteks yang disebut korteks cerebri dan sub korteks yang disebut struktur subkortikal. Korteks cerebri terdiri atas korteks sensorik yang berfungsi untuk mengenal ,interpretasi impuls sensosrik yang diterima sehingga individu merasakan, menyadari adanya suatu sensasi rasa/indra tertentu. Korteks sensorik juga menyimpan sangat banyak data memori sebagai hasil rangsang sensorik selama manusia hidup. Korteks motorik berfungsi untuk memberi jawaban atas rangsangan yang diterimanya. 

Struktur sub kortikal 

a. Basal ganglia; melaksanakan fungsi motorik dengan merinci dan mengkoordinasi gerakan dasar, gerakan halus atau gerakan trampil dan sikap tubuh. 

b. Talamus; merupakan pusat rangsang nyeri 

c. Hipotalamus; pusat tertinggi integrasi dan koordinasi sistem saraf otonom dan terlibat dalam pengolahan perilaku insting seperti makan, minum, seks dan motivasi 

d. Hipofise 

Bersama dengan hipothalamus mengatur kegiatan sebagian besar kelenjar endokrin dalam sintesa dan pelepasan hormon. 



Cerebrum 

Terdiri dari dua belahan yang disebut hemispherium cerebri dan keduanya dipisahkan oleh fisura longitudinalis. Hemisperium cerebri terbagi menjadi hemisper kanan dan kiri. Hemisper kanan dan kiri ini dihubungkan oleh bangunan yang disebut corpus callosum. Hemisper cerebri dibagi menjadi lobus-lobus yang diberi nama sesuai dengan tulang diatasnya, yaitu: 



1. Lobus frontalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulang frontalis 

2. Lobus parietalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulang parietalis 

3. Lobus occipitalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulang occipitalis 

4. Lobus temporalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulang temporalis 



Cerebelum (Otak Kecil) 

Terletak di bagian belakang kranium menempati fosa cerebri posterior di bawah lapisan durameter Tentorium Cerebelli. Di bagian depannya terdapat batang otak. Berat cerebellum sekitar 150 gr atau 8-8% dari berat batang otak seluruhnya. Cerebellum dapat dibagi menjadi hemisper cerebelli kanan dan kiri yang dipisahkan oleh vermis. 



Fungsi cerebellum pada umumnya adalah mengkoordinasikan gerakan-gerakan otot sehingga gerakan dapat terlaksana dengan sempurna. 

Batang Otak atau Brainstern 



Terdiri atas diencephalon, mid brain, pons dan medula oblongata. Merupakan tempat berbagai macam pusat vital seperti pusat pernafasan, pusat vasomotor, pusat pengatur kegiatan jantung dan pusat muntah, bersin dan batuk. 





Komponen Saraf Kranial 

a. Komponen sensorik somatik : N I, N II, N VIII 

b. Komponen motorik omatik : N III, N IV, N VI, N XI, N XII 

c. Komponen campuran sensorik somatik dan motorik somatik : N V, N VII, N IX, N X 

d. Komponen motorik visceral 

Eferen viseral merupakan otonom mencakup N III, N VII, N IX, N X. Komponen eferen viseral yang 'ikut' dengan beberapa saraf kranial ini, dalam sistem saraf otonom tergolong pada divisi parasimpatis kranial. 



1. N. Olfactorius 

Saraf ini berfungsi sebagai saraf sensasi penghidu, yang terletak dibagian atas dari mukosa hidung di sebelah atas dari concha nasalis superior. 



2. N. Optikus 

Saraf ini penting untuk fungsi penglihatan dan merupakan saraf eferen sensori khusus. Pada dasarnya saraf ini merupakan penonjolan dari otak ke perifer. 



3. N. Oculomotorius 

Saraf ini mempunyai nucleus yang terdapat pada mesensephalon. Saraf ini berfungsi sebagai saraf untuk mengangkat bola mata 



4. N. Trochlearis 

Pusat saraf ini terdapat pada mesencephlaon. Saraf ini mensarafi muskulus oblique yang berfungsi memutar bola mata 



5. N. Trigeminus 

Saraf ini terdiri dari tiga buah saraf yaitu saraf optalmikus, saraf maxilaris dan saraf mandibularis yang merupakan gabungan saraf sensoris dan motoris. Ketiga saraf ini mengurus sensasi umum pada wajah dan sebagian kepala, bagian dalam hidung, mulut, gigi dan meningen. 



6. N. Abducens 

Berpusat di pons bagian bawah. Saraf ini menpersarafi muskulus rectus lateralis. Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan bola mata dapat digerakan ke lateral dan sikap bola mata tertarik ke medial seperti pada Strabismus konvergen. 



7. N. Facialias 

Saraf ini merupakan gabungan saraf aferen dan eferen. Saraf aferen berfungsi untuk sensasi umum dan pengecapan sedangkan saraf eferent untuk otot wajah. 



8. N. Statoacusticus 

Saraf ini terdiri dari komponen saraf pendengaran dan saraf keseimbangan 



9. N. Glossopharyngeus 

Saraf ini mempersarafi lidah dan pharing. Saraf ini mengandung serabut sensori khusus. Komponen motoris saraf ini mengurus otot-otot pharing untuk menghasilkan gerakan menelan. Serabut sensori khusus mengurus pengecapan di lidah. Disamping itu juga mengandung serabut sensasi umum di bagian belakang lidah, pharing, tuba, eustachius dan telinga tengah. 



10 N. Vagus 

Saraf ini terdiri dari tiga komponen: a) komponen motoris yang mempersarafi otot-otot pharing yang menggerakkan pita suara, b) komponen sensori yang mempersarafi bagian bawah pharing, c) komponen saraf parasimpatis yang mempersarafi sebagian alat-alat dalam tubuh. 



11. N. Accesorius 

Merupakan komponen saraf kranial yang berpusat pada nucleus ambigus dan komponen spinal yang dari nucleus motoris segmen C 1-2-3. Saraf ini mempersarafi muskulus Trapezius dan Sternocieidomastoideus. 



12. Hypoglosus 

Saraf ini merupakan saraf eferen atau motoris yang mempersarafi otot-otot lidah. Nukleusnya terletak pada medulla di dasar ventrikularis IV dan menonjol sebagian pada trigonum hypoglosi. 



Saraf Otak (s.kranial) 

Bila saraf spinal membawa informasi impuls dari perifer ke medula spinalis dan membawa impuls motorik dari medula spinalis ke perifer, maka ke 12 pasang saraf kranial menghubungkan jaras-jaras tersebut dengan batang otak. Saraf cranial sebagian merupakan saraf campuran artinya memiliki saraf sensorik dan saraf motorik 



Saraf Spinal 

Tiga puluh satu pasang saraf spinal keluar dari medula apinalis dan kemudian dari kolumna vertabalis melalui celah sempit antara ruas-ruas tulang vertebra. Celah tersebut dinamakan foramina intervertebrelia. Seluruh saraf spinal merupakan saraf campuran karena mengandung serat-serat eferen yang membawa impuls baik sensorik maupun motorik. Mendekati medula spinalis, serat-serat eferen memisahkan diri dari serat –serat eferen. Serat eferen masuk ke medula spinalis membentuk akar belakang (radix dorsalis), sedangkan serat eferen keluar dari medula spinalis membentuk akar depan (radix ventralis). Setiap segmen medula spinalis memiliki sepasang saraf spinal, kanan dan kiri. Sehingga dengan demikian terdapat 8 pasang saraf spinal servikal, 12 pasang saraf spinal torakal, 5 pasang saraf spinal lumbal, 5 pasang saraf spinal sakral dan satu pasang saraf spinal koksigeal. Untuk kelangsungan fungsi integrasi, terdapat neuron-neuron penghubung disebut interneuron yang tersusun sangat bervariasi mulai dari yang sederhana satu interneuron sampai yang sangat kompleks banyak interneuron. Dalam menyelenggarakan fungsinya, tiap saraf spinal melayani suatu segmen tertentu pada kulit, yang disebut dermatom. Hal ini hanya untuk fungsi sensorik. Dengan demikian gangguan sensorik pada dermatom tertentu dapat memberikan gambaran letak kerusakan. 



Sistem Saraf Somatik 

Dibedakan 2 berkas saraf yaitu saraf eferen somatik dan eferen viseral. Saraf eferen somatik : membawa impuls motorik ke otot rangka yang menimbulkan gerakan volunter yaitu gerakan yang dipengaruhi kehendak. Saraf eferen viseral : membawa impuls mototrik ke otot polos, otot jantung dan kelenjar yang menimbulkan gerakan/kegiatan involunter (tidak dipengaruhi kehendak). Saraf-saraf eferen viseral dengan ganglion tempat sinapnya dikenal dengan sistem saraf otonom yang keluar dari segmen medula spinalis torakal 1 – Lumbal 2 disebut sebagai divisi torako lumbal (simpatis). Serat eferen viseral terdiri dari eferen preganglion dan eferen postganglion. 



Ganglion sistem saraf simpatis membentuk mata rantai dekat kolumna vertebralis yaitu sepanjang sisiventrolateral kolumna vertabralis, dengan serat preganglion yang pendek dan serat post ganglion yang panjang. Ada tiga ganglion simpatis yang tidak tergabung dalam ganglion paravertebralis yaitu ganglion kolateral yang terdiri dari ganglion seliaka, ganglion mesenterikus superior dan ganglion mesenterikus inferior. Ganglion parasimpatis terletak relatif dekat kepada alat yang disarafinya bahkan ada yang terletak didalam organ yang dipersarafi. 



Semua serat preganglion baik parasimpatis maupun simpatis serta semua serat postganglion parasimpatis, menghasilkan asetilkolin sebagai zat kimia perantara. Neuron yang menghasilkan asetilkolin sebagai zat kimia perantara dinamakan neuron kolinergik sedangkan neuron yang menghasilkan nor-adrenalin dinamakan neuron adrenergik. Sistem saraf parasimpatis dengan demikian dinamakan juga sistem saraf kolinergik, sistem saraf simpatis sebagian besar merupakan sistem saraf adrenergik dimana postganglionnya menghasilkan nor-adrenalin dan sebagian kecil berupa sistem saraf kolinergik dimana postganglionnya menghasilkan asetilkolin. Distribusi anatomik sistem saraf otonom ke alat-alat visera, memperlihatkan bahwa terdapat keseimbangan pengaruh simpatis dan parasimpatis pada satu alat. Umumnya tiap alat visera dipersarafi oleh keduanya. Bila sistem simpatis yang sedang meningkat, maka pengaruh parasimpatis terhadap alat tersebut kurang tampak, dan sebaliknya. Dapat dikatakan pengaruh simpatis terhadap satu alat berlawanan dengan pengaruh parasimpatisnya. Misalnya peningkatan simpatis terhadap jantung mengakibatkan kerja jantung meningkat, sedangkan pengaruh parasimpatis menyebabkan kerja jantung menurun. Terhadap sistem pencernaan, simpatis mengurangi kegiatan, sedangkan parasimpatis meningkatkan kegiatan pencernaan. Atau dapat pula dikatakan, secara umum pengaruh parasimpatis adalah anabolik, sedangkan pengaruh simpatis adalah katabolik. 



Sirkulasi Darah pada Sistem Saraf Pusat 

Sirkulasi darah pada sistem saraf terbagi atas sirkulasi pada otak dan medula spinalis. Dalam keadaan fisiologik jumlah darah yang dikirim ke otak sebagai blood flow cerebral adalah 20% cardiac out put atau 1100-1200 cc/menit untuk seluruh jaringan otak yang berat normalnya 2% dari berat badan orang dewasa. Untuk mendukung tercukupinya suplai oksigen, otak mendapat sirkulasi yang didukung oleh pembuluh darah besar. 



Suplai Darah Otak 

1. Arteri Carotis Interna kanan dan kiri 

a. Arteri communicans posterior 

Arteri ini menghubungkan arteri carotis interna dengan arteri cerebri posterior 

b. Arteri choroidea anterior, yang nantinya membentuk plexus choroideus di dalam ventriculus lateralis 

c. Arteri cerebri anterrior 

Bagian ke frontal disebelah atas nervus opticus diantara belahan otak kiri dan kanan. Ia kemudian akan menuju facies medialis lobus frontalis cortex cerebri. Daerah yang diperdarahi arteri ini adalah: a) facies medialis lobus frontalis cortex cerebro, b) facies medialis lobus parietalis, c) facies convexa lobus frontalis cortex cerebri, d) facies convexa lobus parietalis cortex cerebri, e) Arteri cerebri media 

d. Arteri cerebri media 



2. Arteri Vertebralis kanan dan kiri 



Arteri Cerebri Media 

Berjalan lateral melalui fossa sylvii dan kemudian bercabang-cabang untuk selanjutnya menuju daerah insula reili. Daerah yang disuplai darah oleh arteri ini adalah Facies convexa lobus frontalis coretx cerebri mulai dari fissura lateralis sampai kira-kira sulcus frontalis superior, facies convexa lobus parielatis cortex cerebri mulai dari fissura lateralis sampai kira-kira sulcus temporalis media dan facies lobus temporalis cortex cerebri pada ujung frontal. 



Arteri Vertebralis kanan dan kiri 

Arteri vertebralis dipercabangkan oleh arteri sub clavia. Arteri ini berjalan ke kranial melalui foramen transversus vertebrae ke enam sampai pertama kemudian membelok ke lateral masuk ke dalam foramen transversus magnum menuju cavum cranii. Arteri ini kemudian berjalan ventral dari medula oblongata dorsal dari olivus, caudal dari tepi caudal pons varolii. Arteri vertabralis kanan dan kiri akan bersatu menjadi arteri basilaris yang kemudian berjalan frontal untuk akhirnya bercabang menjadi dua yaitu arteri cerebri posterior kanan dan kiri. Daerah yang diperdarahi oleh arteri cerbri posterior ini adalah facies convexa lobus temporalis cortex cerebri mulai dari tepi bawah sampai setinggi sulcus temporalis media, facies convexa parietooccipitalis, facies medialis lobus occipitalis cotex cerebri dan lobus temporalis cortex cerebri. Anastomosis antara arteri-arteri cerebri berfungsi utnuk menjaga agar aliran darah ke jaringan otak tetap terjaga secara continue. Sistem carotis yang berasal dari arteri carotis interna dengan sistem vertebrobasilaris yang berasal dari arteri vertebralis, dihubungkan oleh circulus arteriosus willisi membentuk Circle of willis yang terdapat pada bagian dasar otak. Selain itu terdapat anastomosis lain yaitu antara arteri cerebri media dengan arteri cerebri anterior, arteri cerebri media dengan arteri cerebri posterior. 



Cairan Cerebrospinalis (CSF) 

Cairan cerebrospinalis atau banyak orang terbiasa menyebutnya cairan otak merupakan bagian yang penting di dalam SSP yang salah satu fungsinya mempertahankan tekanan konstan dalam kranium. Cairan ini terbentuk di Pleksus chroideus ventrikel otak, namun bersirkulasi disepanjang rongga sub arachnoid dan ventrikel otak. Pada orang dewasa volumenya berkisar 125 cc, relatif konstan dalam produksi dan absorbsi. Absorbsi terjadi disepanjang sub arachnoid oleh vili arachnoid. Ada empat buah rongga yang saling berhubungan yang disebut ventrikulus cerebri tempat pembentukan cairan ini yaitu: 1) ventrikulus lateralis , mengikuti hemisfer cerebri, 2) ventrikulus lateralis II, 3) ventrikulus tertius III dtengah-tengah otak, dan 4) ventrikulus quadratus IV, antara pons varolli dan medula oblongata. 



Ventrikulus lateralis berhubungan dengan ventrikulus tertius melalui foramen monro. Ventrikulus tertius dengan ventrikulus quadratus melalui foramen aquaductus sylvii yang terdapat di dalam mesensephalon. Pada atap ventrukulus quadratus bagian tengah kanan dan kiri terdapat lubang yang disebut foramen Luscka dan bagian tengah terdapat lubang yang disebut foramen magendi. Sirkulasi cairan otak sangat penting dipahami karena bebagai kondisi patologis dapat terjadi akibat perubahan produksi dan sirkulasi cairan otak. Cairan otak yang dihasilkan oleh flexus ventrikulus lateralis kemudian masuk kedalam ventrikulus lateralis, dari ventrikulus lateralis kanan dan kiri cairan otak mengalir melalui foramen monroi ke dalam ventrikulus III dan melalui aquaductus sylvii masuk ke ventrikulus IV. Seterusnya melalui foramen luscka dan foramen megendie masuk kedalam spastium sub arachnoidea kemudian masuk ke lakuna venosa dan selanjutnya masuk kedalam aliran darah. 



Fungsi Cairan Otak 

1. Sebagai bantalan otak agar terhindar dari benturan atau trauma pada kepala 

2. Mempertahankan tekanan cairan normal otak yaitu 10 – 20 mmHg 

3. Memperlancar metabolisme dan sirkulasi darah diotak. 

Komposisi Cairan Otak 

1. Warna : Jernih , disebut Xanthocrom 

2. Osmolaritas pada suhu 30 C : 281 mOSM 

3. Keseimbangan asam basa 

a. PH : 7,31 

b. PCO2 : 47,9 mmHg 

c. HCO3 : 22,9 mEq/lt 

d. Ca : 2,32mEq/lt 

e. Cl : 113 –127 mEq/lt 

f. Creatinin : 0,4 –1,5 mg% 

g. Glukosa : 54 – 80 mg% 

h. SGOT : 0 - 19 unit 

i. LDH : 8 – 50 unit 

j. Posfat : 1,2 – 2,1 mg% 

k. Protein : 20 –40 mg% pada cairan Lumbal 

15 25 mg% pada cairan Cisterna 

5– 25 mg% pada cairan Ventrikuler 

Elektroporesis Protein LCS: 

a. Prealbumin : 4,6 % 

b. Albumin : 49,5% 

c. Alpha 1 Globulin : 6,7% 

d. Alpha 2 Globulin : 8,7% 

e. Beta dan Lamda Globulin : 18,5% 

f. Gamma Globulin : 8,2% 

g. Kalium : 2,33 – 4,59 mEq/lt 

h. Natrium : 117 – 137 mEq/lt 

i. Urea : 8 –28 mg% 

j. Asam urat : 0,07 –2,8 mg% 

k. Sel : 1 - 5 limposit/mm3 



D. Etiologi 

Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu: 


a. Herediter 

Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma, astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma. 



b. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest) 

Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma. 



c. Radiasi 

Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Meningioma pernah dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu radiasi. 



d. Virus 

Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat. 



e. Substansi-substansi karsinogenik 

Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan. 



g.Trauma Kepala 






E. Tanda dan Gejala 

a. Nyeri Kepala 

Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten. Nyeri kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk, maneuver valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri kepala pada 50% penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak 80 % dan terutama pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher. 



b. Perubahan Status Mental 

Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada penderita dengan tumor lobus frontal atau temporal. Gejala ini bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya somnolen hingga koma. 



c. Seizure 

Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti astrositoma, oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi pada tumor di lobus frontal baru kemudian tumor pada lobus parietal dan temporal. 



d. Edema Papil 

Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab dengan teknik neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya kemampuan untuk melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap. 



e. Muntah 

Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa tumor tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah berulang pada pagi dan malam hari, dimana muntah yang proyektil tanpa didahului mual menambah kecurigaan adanya massa intracranial. 



f. Vertigo 

Pasien merasakan pusing yang berputar dan mau jatuh. 

F. Gejala terlokalisasi 

a. Lobus frontal 

a) Menimbulkan gejala perubahan kepribadian 

b) Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra lateral, kejang fokal 

c) Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia 

d) Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy 

e) Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia 

b. Lobus parietal 

a) Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsihomonym 

b) Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s 

c. Lobus temporal 

a) Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului dengan aura atau halusinasi 

b) Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese 

c) Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala choreoathetosis, parkinsonism. 

d. Lobus oksipital 

a) Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan 

b) Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia 



e. Tumor di ventrikel ke III 

Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran 

f. Tumor di cerebello pontin angie 

a) Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma 

b) Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi pendengaran 

c) Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin angel 

g. Tumor Hipotalamus 

a) Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe 

b) Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan 

h. Tumor di cerebellum 

a) Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat terjadi disertai dengan papil udem 

b) Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme dari otot-otot servikal 

i. Tumor fosa posterior 

Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma 

G. Manifestasi Klinik 

Secara umum, manifestasi klinik dari tumor otak diantaranya: 

1. Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF) 

a. Sakit kepala 

b. Nausea atau muntah proyektil 

c. Pusing 

d. Perubahan mental 

e. Kejang 

2. Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari otak) 

a. Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia, kebutaan, tanda-tanda papil edema. 

b. Perubahan bicara, misalnya: aphasia 

c. Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik. 

d. Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis. 

e. Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin, dan konstipasi. 

f. Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness. 

g. Perubahan dalam seksual 





H. Patofisiologi 




Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara sangat cepat pada daerah central nervous system (CNS). Sel tersebut mempunyai deoxiribonukleat Acid (DNA) abnormal. DNA yang abnormal tidak dapat mengontrol pembelahan sel sehingga terjadi pertumbuhan sel yang berlebihan. Sel ini akan terus berkembang mendesak jaringan otak yang sehat di sekitarnya mengakibatkan terjadi gangguan neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial). Penyebab tumor otak didapat dari faktor genetik, radiasi, virus, dan sarkoma sistemik. 



Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan mendesak ruangan yang relatif tetap dari ruang tengkorak yang kaku dan perubahan sirkulasi CSS, karena penekanan pada otak sehingga menyebabkan penekanan maskularisasi arteri dan vena timbul hipoksia, ischemia, hipoksemia, nekrosis, dan pecahnya pembuluh vena serta arteri. Di otak timbullah peningkatan tekanan intra kranial otak dapat menyebabkan: 

a. Pergeseran kandungan ointra kranial mengstimulasi hipotalamus untuk merangsang nosiseptor, timbullah respon rasa nyeri 

b. Pergeseran sistem batang otak menstimulasi medulla oblongata menyebabkan mual dan muntah. 

c. Penekanan kiasma optikum sehingga menimbulkan papil oedema. 

d. Herniasi unkus sehingga girus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior menekan mesenchaphalon, hilang kesadaran dari pasien. 



Pasien mengalami hemiparesis jika terjadi destruksi syaraf motorik perifer, sel-sel kornu anterior sehingga terjadi paralisis LMN dan UMN, otot flaksid dan reflek tendon menurun yang menyebakan perubahan persepsi sensori. Selain itu kerusakan nervous VII menyebabkan kerusakan pada hemisphere kiri kemudian akan timbul kelemahan pada otot wajah lalu pasien akan mengalami aphasia sehingga mengalami kerusakan komunikasi verbal. Persepsi sensori pengecapan akan mengalami kemunduran sehingga pasien mengalami kesulitan dalam menelan. 



Dilatasi sel indolimf pada koklea mengakibatkan atrofi nervous VIII sehingga pasien mengalami vertigo dan perubahan persepsi sensori. Lesi traktus spinotalamikus lateralis kemudian berlanjutkan ke medulla spinalis, sistem kolumna dorsalis, medulla oblongata lalu menuju lemniskus medialis, thalamus, korteks parietalis sehingga menyebabkan stereognosis yang menimbulkan perubahan proses berpikir dan grafestesia yang dapat menimbulkan resiko cidera. 



J. Pemerikasaan Diagnostic/Penunjang 

1) Pencitraan CT : Memberikan informasi spesifik yang menyangkut jumlah, ukuran, dan kepadatan jejas tumor dan meluasnya edema serebral sekunder, dan memberi informasi tentang system ventrikuler. 

2) MRI membantu dalam mendiagnosis tumor otak, mendeteksi jejas yang kecil, alat ini juga umumnya untuk membantu dalam mendeteksi tumor-tumor di dalam batang otak dan daerah hipofisis, dimana tulang mengganggu gambaran yang menggunakan CT. 

3) Biopsi stereotaktik bantuan computer 3 dimensi dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan prognosis. 

4) Angiografi serebral memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral. 

5) Elektroensefalogram( EEG) dapat mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang. 

6) Penelitian sitologis pada cairan serebrospinal ( CSF) dapat dilakukan untuk mendeteksi sel-sel ganas, karena tumor-tumor pada system saraf pusat mampu menggusur sel-sel ke dalam cairan serebrospinal. 

K. Pengobatan 

Orang dengan tumor otak memiliki beberapa pilihan pengobatan. Tergantung pada jenis dan stadium tumor, pasien dapat diobati dengan operasi pembedahan, radioterapi, atau kemoterapi. Beberapa pasien menerima kombinasi dari perawatan diatas. 

Selain itu, pada setiap tahapan penyakit, pasien mungkin menjalani pengobatan untuk mengendalikan rasa nyeri dari kanker, untuk meringankan efek samping dari terapi, dan untuk meringankan masalah emosional. Jenis pengobatan ini disebut perawatan paliatif. 



1) PEMBEDAHAN 

Pembedahan adalah pengobatan yang paling umum untuk tumor otak. Tujuannya adalah untuk mengangkat sebanyak tumornya dan meminimalisir sebisa mungkin peluang kehilangan fungsi otak. 

Operasi untuk membuka tulang tengkorak disebut kraniotomi. Hal ini dilakukan dengan anestesi umum. Sebelum operasi dimulai, rambut kepala dicukur. Ahli bedah kemudian membuat sayatan di kulit kepala menggunakan sejenis gergaji khusus untuk mengangkat sepotong tulang dari tengkorak. Setelah menghapus sebagian atau seluruh tumor, ahli bedah menutup kembali bukaan tersebut dengan potongan tulang tadi, sepotong metal atau bahan. Ahli bedah kemudian menutup sayatan di kulit kepala. Beberapa ahli bedah dapat menggunakan saluran yang ditempatkan di bawah kulit kepala selama satu atau dua hari setelah operasi untuk meminimalkan akumulasi darah atau cairan. 




Efek samping yang mungkin timbul pasca operasi pembedahan tumor otak adalah sakit kepala atau rasa tidak nyaman selama beberapa hari pertama setelah operasi. Dalam hal ini dapat diberikan obat sakit kepala. 



Masalah lain yang kurang umum yang dapat terjadi adalah menumpuknya cairan cerebrospinal di otak yang mengakibatkan pembengkakan otak (edema). Biasanya pasien diberikan steroid untuk meringankan pembengkakan. Sebuah operasi kedua mungkin diperlukan untuk mengalirkan cairan. Dokter bedah dapat menempatkan sebuah tabung, panjang dan tipis (shunt) dalam ventrikel otak. Tabung ini diletakkan di bawah kulit ke bagian lain dari tubuh, biasanya perut. Kelebihan cairan dari otak dialirkan ke perut. Kadang-kadang cairan dialirkan ke jantung sebagai gantinya. 

Infeksi adalah masalah lain yang dapat berkembang setelah operasi (diobati dengan antibiotic). 

Operasi otak dapat merusak jaringan normal. kerusakan otak bisa menjadi masalah serius. Pasien mungkin memiliki masalah berpikir, melihat, atau berbicara. Pasien juga mungkin mengalami perubahan kepribadian atau kejang. Sebagian besar masalah ini berkurang dengan berlalunya waktu. Tetapi kadang-kadang kerusakan otak bisa permanen. Pasien mungkin memerlukan terapi fisik, terapi bicara, atau terapi kerja. 

Radiosurgery stereotactic adalah tehnik "knifeless" yang lebih baru untuk menghancurkan tumor otak tanpa membuka tengkorak. CT scan atau MRI digunakan untuk menentukan lokasi yang tepat dari tumor di otak. Energi radiasi tingkat tinggi diarahkan ke tumornya dari berbagai sudut untuk menghancurkan tumornya. Alatnya bervariasi, mulai dari penggunaan pisau gamma, atau akselerator linier dengan foton, ataupun sinar proton. 




Kelebihan dari prosedur knifeless ini adalah memperkecil kemungkinan komplikasi pada pasien dan memperpendek waktu pemulihan. Kekurangannya adalah tidak adanya sample jaringan tumor yang dapat diteliti lebih lanjut oleh ahli patologi, serta pembengkakan otak yang dapat terjadi setelah radioterapi. 



Kadang-kadang operasi tidak dimungkinkan. Jika tumor terjadi di batang otak (brainstem) atau daerah-daerah tertentu lainnya, ahli bedah tidak mungkin dapat mengangkat tumor tanpa merusak jaringan otak normal. Dalam hal ini pasien dapat menerima radioterapi atau perawatan lainnya. 



2) RADIOTERAPI 

Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor. Sebuah mesin besar diarahkan pada tumor dan jaringan di dekatnya. Mungkin kadang radiasi diarahkan ke seluruh otak atau ke syaraf tulang belakang. 



Radioterapi biasanya dilakukan sesudah operasi. Radiasi membunuh sel-sel tumor (sisa) yang mungkin tidak dapat diangkat melalui operasi. Radiasi juga dapat dilakukan sebagai terapi pengganti operasi. Jadwal pengobatan tergantung pada jenis dan ukuran tumor serta usia pasien. Setiap sesi radioterapi biasanya hanya berlangsung beberapa menit. 


Beberapa bentuk terapi radiasi: 

Fraksinasi: Radioterapi biasanya diberikan lima hari seminggu selama beberapa minggu. Memberikan dosis total radiasi secara periodik membantu melindungi jaringan sehat di daerah tumor. 



Hyperfractionation: Pasien mendapat dosis kecil radiasi dua atau tiga kali sehari, bukan jumlah yang lebih besar sekali sehari. 



Efek samping dari radioterapi, dapat meliputi: perasaan lelah berkepanjangan, mual, muntah, kerontokan rambut, perubahan warna kulit (seperti terbakar) di lokasi radiasi, sakit kepala dan kejang (gejala nekrosis radiasi). 



3) KEMOTERAPI 

Kemoterapi, yaitu penggunaan satu atau lebih obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi diberikan secara oral atau dengan infus intravena ke seluruh tubuh. Obat-obatan biasanya diberikan dalam 2-4 siklus yang meliputi periode pengobatan dan periode pemulihan. 



Dua jenis obat kemoterapi, yaitu: temozolomide (Temodar) dan bevacizumab (Avastin), baru-baru ini telah mendapat persetujuan untuk pengobatan glioma ganas. Mereka lebih efektif, dan memiliki efek samping lebih sedikit jika dibandingkan dengan obat-obatan kemo versi lama. Temozolomide memiliki keunggulan lain , yaitu bisa secara oral. 



Untuk beberapa pasien dengan kasus kanker otak kambuhan, ahli bedah biasanya melakukan operasi pengangkatan tumor dan kemudian melakukan implantasi wafer yang mengandung obat kemoterapi. Selama beberapa minggu, wafer larut, melepaskan obat ke otak. Obat tersebut kemudian membunuh sel kankernya. 



Efek samping dari kemoterapi, antara lain: mual dan muntah, sariawan, kehilangan nafsu makan, rambut rontok, dan banyak lainnya. Untuk menangani efek samping dari kemoterapi, diskusikan hal ini dengan dokter Anda. 

L. Komplikasi 

1. Edema Serebral 

Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi sehingga menambah efek masa yang mendesak (space-occupying). Edema Serebri dapat terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel (sitotoksik) 



2. Hidrosefalus 

Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa dalam rongga cranium yang tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran cairan serebrospinal akibat massa. 

3. Herniasi Otak 

Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan singuli. 

4. Epilepsi 

5. Metastase ketempat lain 




M. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Tumor Otak 

1. Pengkajian 

A. Data Demografi 

Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya. 



B. Riwayat Sakit dan Kesehatan 

1. Keluhan utama 

Biasanya klien mengeluh nyeri kepala 

2. Riwayat penyakit saat ini 

Klien mengeluh nyeri kepala, muntah, papiledema, penurunan tingkat kesadaran, penurunan penglihatan atau penglihatan double, ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia), hilangnya ketajaman atau diplopia. 

3. Riwayat penyakit dahulu 

Klien pernah mengalami pembedahan kepala 

4. Riwayat penyakit keluarga 

Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan tumor kepala. 

5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual 

Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran. 





2. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System ) 

Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone). 

A. Pernafasan B1 (breath) 

a. Bentuk dada : normal 

b. Pola napas : tidak teratur 

c. Suara napas : normal 

d. Sesak napas : ya 

e. Batuk : tidak 

f. Retraksi otot bantu napas ; ya 

g. Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm) 



B. Kardiovaskular B2 (blood) 

a. Irama jantung : irregular 

b. Nyeri dada : tidak 

c. Bunyi jantung ; normal 

d. Akral : hangat 

e. Nadi : Bradikardi 

f. Tekanana darah Meningkat 



C. Persyarafan B3 (brain) 

a. Penglihatan (mata) : penurunan penglihatan, hilangnya ketajaman atau diplopia. 

b. Pendengaran (telinga) : terganggu bila mengenai lobus temporal 

c. Penciuman (hidung) : mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus frontal 

d. Pengecapan (lidah) :ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia) 

e. Afasia :kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif atau kesulitan berkata-kata, reseotif atau berkata-kata komprehensif,maupun kombinasi dari keduanya. 

f. Ekstremitas :kelemahan atau paraliysis genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflex tendon. 

g. GCS : Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan. 



Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1- 6 tergantung responnya yaitu : 

1. Eye (respon membuka mata) 

(4) : Spontan 

(3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata). 

(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari) 

(1) : Tidak ada respon 





2. Verbal (respon verbal) 

(5) : Orientasi baik 

(4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu. 

(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”) 

(2) : Suara tanpa arti (mengerang) 

(1) : Tidak ada respon 



3. Motor (respon motorik) 

(6) : Mengikuti perintah 

(5) : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri) 

(4) : Withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri) 

(3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). 

(2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : Tidak ada respon 



4. Perkemihan B4 (bladder) 

a. Kebersihan : bersih 

b. Bentuk alat kelamin : normal 

c. Uretra : normal 

d. Produksi urin: normal 

5. Pencernaan B5 (bowel) 

a. Nafsu makan : menurun 

b. Porsi makan : setengah 

c. Mulut : bersih 

d. Mukosa : lembap 

6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone) 

a. Kemampuan pergerakan sendi : bebas 

b. Kondisi tubuh: kelelahan 









3. Diagnose Keperawatan 

a. Gangguan perfusi serebral b.d hipoksia jaringan, ditandai dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakakan jaringan otak, depresi SSP dan oedema 

b. Perubahan proses pikir b.d perubahan fisiologi, ditandai dengan disorientasi, penurunan kesadaran, sulit konsentrasi 

c. Resiko tinggi cidera b.d disfungsi otot sekunder terhadap depresi SSP, ditandai dengan : kejang, disorientasi, gangguan penglihatan, pendengaran 

d. Gangguan rasa nyaman, nyer kepla b.d peningkatan TIK, ditndai dengan : nyeri kepala terutama pagi hari, klien merintih kesakitan, nyeri bertambah bila klien batuk, mengejan, membungkuk 

e. Gangguan pertukaran gas b.d disfungsi neuromuskuler (hilangnya kontrol terhadap otot pernafasan ), ditandai dengan : perubahan kedalamam nafasn, dispnea, obstruksi jalan nafas, aspirasi. 

f. rasa cemas b.d kurangnya pengetahuan 




4. INTERVENSI 


Dx. Ns 

Tujuan 

Kriteria Hasil 

Intervensi 

Rasional 


1. 

Perfusi jaringan membaik ditandai dengan tanda-tanda vital stabil.



a. Tekanan perfusi serebral >60mmHg, tekanan intrakranial <15mmHg, tekanan arteri rata-rata 80-100mmHg 

b. Menunjukkan tingkat kesadaran normal 

c. Orientasi pasien baik 

d. RR 16-20x/menit 

e. Nyeri kepala berkurang atau tidak terjadi 





1. Monitor secara berkala tanda dan gejala peningkatan TIK 

2. Ukur, cegah, dan turunkan TIK 

3. Hindari faktor yang dapat meningkatkan TIK 





1. Terjadi penurunan TIK 

2. Tanda- tanda Vital stabil 

3. Kesadarn pasien stabil 


2. 

Pasien Nyeri berkurang atau hilang 

a. Nyeri berkurang atau hilang 

b. Rasa nyaman pasien terpenuhi 



1. Teliti keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang memperburuk dan meredakan. 

2.Instruksikan pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri timbul. 

3. Berikan kompres dingin pada kepala. 

4. Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi 

5. Kolaborasi analgesic 

6.Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah, gelisah, menangis/meringis, perubahan tanda vital 

a. nyeri pada pasien berkurang 

b. pasien dapat merasa nyaman 


3. 

1. Untuk mengetahui pasien mengakami hipotensi ortostatik ataukah tidak. 

2. Untuk menambah pengetahuan klien tentang hipotensi ortostatik. 

3. Melatih kemampuan klien dan memberikan rasa nyaman ketika mengalami hipotensi ortostatik. 



a. Pasien dapat mengidentifikasikan kondisi-kondisi yang menyebabkan vertigo 

b. Pasien dapat menjelaskan metode pencegahan penurunan aliran darah di otak tiba-tiba yang berhubungan dengan ortostatik. 

c. Pasien dapat melaksanakan gerakan mengubah posisi dan mencegah drop tekanan di otak yang tiba-tiba. 

d. Menjelaskan beberapa episode vertigo atau pusing. 

1. Kaji tekanan darah pasien saat pasien mengadakan perubahan posisi tubuh. 

2. Diskusikan dengan klien tentang fisiologi hipotensi ortostatik. 

3. Ajarkan teknik-teknik untuk mengurangi hipotensi ortostatik 





a. Tekanan darah klien normal 

b. Rasa aman dan nyaman klien terpenuhi 


4. 

Tidak mengalami kerusakan komunikasi verbal dan menunjukkan kemampuan komunikasi verbal dengan orang lain dengan cara yang dapat di terima. 



a. Pasien dapat mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi. 

b. Pasien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan 

c. Pasien dapat menggunakan sumber-sumber dengan tepat 



1. Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkannya tidak nyata. 

2. Menilai kemampuan menulis dan kekurangan dalam membaca yang benar yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik dan afasia motorik. 

3. Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan/ deficit yang mendasarinya. 

4.Menurunkan kebingungan/ ansietas selama proses komunikasi dan berespons pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu. 

5. Perubahan persepsi sensori perseptual berhubungan dengan kerusakan traktus sensori dengan perubahan resepsi sensori, transmisi, dan integrasi 

a. kerusakan komunikasi pasien dapat diminimalisir 

b. konsep diri pasien tidak terganggu 

c. pasien dapat berkomunikasi dengan orang lain 


5. 

Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat 

a. Antropometri: berat badan tidak turun (stabil) 

b. Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl 

Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl) 

c. klinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan merah 

d.Diet:klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah





1. Kaji tanda dan gejala kekurangan nutrisi: penurunan berat badan, tanda-tanda anemia, tanda vital 

2. Monitor intake nutrisi pasien 

3. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering. 

4. Timbang berat badan 3 hari sekali 

5. Monitor hasil laboratorium: Hb, albumin 

6. Kolaborasi dalam pemberian obat antiemetic 



a. Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi 

b. BB dan TTV klien dalam keadaan normal 

c. Klien terhindar dari penyakit cacingan 


6. 

Rasa cemas pasien dapat berkurang dan rasa aman dan nyaman terpenuhi 

a. TTV klien normal 

b. Pasien mampu menggunakan mekanisme kooping yang efektif 

c. Keluarga mampu menjadi support system yang baik bagi pasien 

a. Berikan informasi yang berkaitan dengan penyakit secara lengkap 

b. Biarkan pasien untuk mengungkapkan kecemasan yang dialaminya 

c. Berikan informasi terntang penyakit pasien kepada keluarga 

a. Klien mampu untuk menarima kondisinya dengan ikhlas 

b. Keluarga mampu untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi pasien 





Perawatan post operasi, meliputi : 

a) Mengkaji status neurologi dan tanda-tanda vital setiap 30 menit untuk 4 - 6 jam pertama setelah pembedahan dan kemudian setiap jam. Jika kondisi stabil pada 24 jam frekuensi pemeriksaan dapat diturunkan setiap 2 samapai 4 jam sekali. 

b) Monitor adanya cardiac arrhytmia pada pembedahan fossa posterior akibat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit 

c) Monitor intake dan output cairan pasien. Batasi intake cairan sekitar 1.500 cc / hari. 

d) Lakukan latihan ROM untuk semua ekstremitas setiap pergantian dinas. 

e) Pasien dapat dibantu untuk alih posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam. 

f) Posisi kepala dapat ditinggikan 30 -35 derajat untuk meningkatkan aliran balik dari kepala. Hindari fleksi posisi panggul dan leher. 

g) Cek sesering mungkin balutan kepala dan drainage cairan yang keluar. 

h) Lakukan pemeriksaan laboratorium secara rutin, seperti : pemeriksaan darah lengkap, serum elektroit dan osmolaritas, PT, PTT, analisa gas darah. 

i) Memberikan obat-obatan sebagaimana program, misalnya : antikonvulsi,antasida, atau antihistamin reseptor, kortikosteroid. 

j) Melakukan tindakan pencegahan terhadap komplikasi post operasi. 

Hydrocephalus 



Biasanya suatu kateter diletakan pada suatu ventrikel dari otak untuk mengalirkan cairan spinal yang berlebihan dan untuk mencegah hydrocephalus dan penigkatan TIK. 



Hydrocephalus dapat juga terjadi secara permanen pada tumor intracranial dan biasanya dimanifestasikan dengan gejala-gejala peningkatan TIK. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan “Shunting” 

Ada beberapa tipe dari prosedur shunnting, hal ini dapat dinamakan menurut asal dan akhir pada shunt tersebut dipasang. Diantaranya adalah : 

a. Cyst – peritoneal 

b. Lumbar – Peritoneal 

c. Ventrikuler – Jugular 

d. Ventrikuler – Peritoneal 



Perawatan post opeasi pada pasien dengan shunt adalah : 

a. Monitoring
Mengkaji status neurologis sesering mungkin untuk beberpa penurunan dalam status mental. 

b. Observasi adanya gejala-gejala subdural hematoma, yang merupakan salah satu efek sampaing pembedahan. 

c. Monitor gejala-gejala aliran yang berlebihan, sebagaimana dirasakan dengan sakit kepala, khususnya pada saat pasien duduk lebih tinggi atau berdiri. 

d. Mengkaji derajat dan karakter dari drainage. 



Mempertahankan status gastrointestinal 

a. Mengecek sesering mungkin untuk tanda-tanda dari paralisis ileus, karena manipulasi usus besar dapat terjadi akibat diletakkan shunt pada bagian peritoneal. 

b. Pasien dipuasakan untuk hari pertama dan kemudian dpaat diberikan air putih secara bertahap. 

c. Pemberian makanan dapat dimulai segera setelah bising usus ada, dimana pasien mulai makan cair. 

Pertahankan rasa nyaman 

a. Memberikan obat-obatan untuk mengurangi rasa nyeri 

b. Memperhatikan agar tidak tertekan daerah insisi. 

Meningkatkan pergerakan 

a. Pergantian posisi dapat dilakukan. 

b. Meningkatkan bagian kepala temapat tidur secara perlahan-lahan pada saat mobilisasi 

c. Pasien dapat dianjurkan untuk ambulasi segera setelah penurunan tekanan intracranial. 

Komplikasi post operasi 

1. Edema cerebral 

2. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral 

3. Hypovolemik syok 

4. Hydrocephalus 

5. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus) 

6. Infeksi luka operasi. 



5. Evaluasi 

Hal-hal yang perlu dievaluasi 

a. Skala nyeri yang dirasakan klien 

b. Perbaikan perfusi jaringan cerebral 

c. Peningkatan orientasi terhadap waktu, tempat dan orang 

d. Dapat mengikuti aba-aba secara verbal, menjawab pertanyaan dengan benar 

e. Kemampuan eliminasi dan defekasi 

f. Kemampuan mobilitas fisik klien 

g. Proses berpikir klien
 
Copyright © 2013. Artikel Kesehatan | Kembali ke Atas
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger